Pagi itu, saya ingin sekali mencari beberapa referensi untuk penulisan buku. Di perpusatakaan Nasional Salemba, saya temukan sebuah Koran Kompas terbit tanggal 25 November 1972 yang memiliki tajuk rencana yang sangat inspiratif bagi saya dan mungkin bagi semua pihak yang giat menyuarakan semangat keberagaman dan kerukunan antar beragama. Ini Kutipannya :
"Cukup banyak warga masyarakat kita yang menghayati ketuhanan di luar agama. Ini tidak mengejutkan, tidak perlu kita kecam, tapi kita harus memahaminya. Suatu kenyataan yang harus kita akui : diantara orang-orang itu banyak yang hidup dan tingkah lakunya jauh lebih baik, lebih dapat dijadikan teladan daripada sejumlah penganut formil suatu agama. Mereka belum sampai membulatkan-hati memasuki suatu agama karena bermacam-macam sebab. Mungkin karena belum dapat menerima bentu-bentuj tertentu pelaksanaan agama; mungkin pula karena pernah dikecewakan oleh tingkah-laku para penganut agama atau pimpinan suatu agama, mungkin masih mencari agama yang dinilainya sreg bagi dirinya. -- Tidak bijaksanalah, kalau kita serta-merta mengkafirkan mereka".
Sungguh sebuah tajuk rencana atau kata Pengantar yang tegas untuk ukuran sebuah media masa nasional semacam Kompas. Boleh dibilang berani, karena ditahun tersebut sedang terjadi penolakan besar-besaran dari masyarakat muslim radikal terhadap keberadaan Aliran Kepercayaan di Indonesia melalui penuntutan agar pengesahan keberadaan Aliran kepercayaan dalam GBHN pada waktu itu dicabut.
Bagaimana dengan sekarang? Banyak penghayat Aliran Kepercayaan dan komunitas masyarakat adat di Indonesia ini teriak karena hak-hak sipil mereka terampas. Siapa yang bisa memperjuangkan mereka??
Bukan tidak mungkin berbagai macam aliran kepercayaan sebagai budaya spiritual bangsa menjadi punah atau kita harus belajar ke negeri orang untuk mempelajari dan mendalami "Agama" dan kepercayaan Spiritual Asli Indonesia. Mau seperti itu? Mari kalau ada pendapat dari kadang-kadang sekalian.
Salam Rahayu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar